WOOW!!! Kalau mendengar kata janda, umumnya orang Indonesia pasti negatif yah? Berbeda banget dengan di Belanda, status janda asyik-asyik ajah nggak ada
kesan negatif dari likungan sekitar.

Yang namanya wanita mau pulang pagi atau malam, bahkan nggak pulang-pulang pun tetangga nggak bakal usil. Begitupun kalau menerima tamu cowok dalam seminggu
gonta-ganti yang bertamu juga nggak ada yang peduli. Dan yang pasti, nggak bakal digerebek hansip. Wkwkwk. Apalagi menjadi kasak kusuk tetangga, walaupun
ada juga, tapi masih sebatas normal tidak langsung berfikir negatif.

Appartemen ku khusus untuk single. Kanan-kiri, depan-belakang tetanggaku, yah semuanya berstatus single. Ada yang statusnya duda, janda, dan ada juga yang
statusnya perawan dan perjaka tua. Mereka nggak pernah menikah, tapi tentu pernah berpacaran bahkan diantara mereka ada yang punya pacar tapi tidak tinggal
satu rumah.

Keputusan tidak tinggal satu rumah juga masing-masing punya alasan sendiri tentunya. Ada yang memangnggak mau meninggalkan rumah dan barang-barangnya. Karena
kalau memutuskan untuk hidup satu rumah, pasti salah satu harus berkorban untuk kehilangan rumah dan barang kesayangannya. Karena sebelum mereka menjalin
hubungan cinta, masing-masing sudah memiliki rumah dengan peralatan rumah tangganya. Jadi salah satu harus berkorban dengan barang kesayanganya.

Ada juga yang tidak mau tinggal satu rumah dengan pasangannya, karena kuatir uang pensiunnya hilang karena kalau memutuskan menikah atau hidup bersama,
otomatis uang pensiunnya akan hilang.

Alasan lain, mereka sudah kadung familiar dan betah di kota yang sudah bertahun-tahun ditinggalinya. Mereka tidak ingin berpisah dengan teman-teman dan
anak cucunya. Karena itu mereka lebih memilih melakukan hubungan tanpa harus tinggal satu rumah. Mereka memutuskan menginap secara bergantian di rumah
masing-masing. Biasanya mereka melakukannya di saat weekend.

Tapi yang akan aku ceritakan dalam tulisan ini, adalah kisah pengalamanku ketika pulang kampung ke Indonesia, tahun 2012 lalu. Aku bertemu dengan teman
masa kecil. Kami pun bernostalgia meperbincangkan masa lalu.

Pada pertemuan itu, aku pun sempat menanyakan kabar mantan pacarku zaman masih ABG dulu. Robert namanya. Aku juga bertanya, apakah temanku itu pernah bertemu
kembali dengan Robert?Kawanku mengaku tidak pernah bertemu kembali dengan Robert. Tapi dia mengatakan bertemu dengan Rendi yang notabene masih memiliki
hubungan keluarga dengan Robert. Kawanku juga mengaku memiliki nomor telepon Rendi.

Aku meminta temanku itu untuk menghubungi Rendi. Maksudnya sih hanya iseng saja, menanyakan bagaimana kehidupan Robet saat ini setelah puluhan tahun tidak
pernah bertemu dengan Robert.

Kawanku langsung menghubungi Rendi lewat handphone. Kepada Rendi, sahabatku mengatakan, ada aku yang sudah tinggal di Belanda dan saat ini tengah berada
di Indonesia dan ingin mengetahui khabar Robert.

Singkat kisah, akhirnya aku pun berbincang-bincang dengan Rendi. Rendi mengatakan Robert sudah tidak tinggal di Jakarta lagi. Sayangnya Rendi mengaku tidak
memiliki nomor telepon Robert. Rendi menambahkan, bahwa saat ini Robert sudah menduda, dengan dua anak. Robert sudah lama bercerai dari istrinya…wkwkwkkw…

Aku tertawa dalam hati ketika mendengar Robet sudah menduda. Tapi ini bukan berarti aku happy, lho. Aku hanya geli ajah, kok, aku jadi inget Robet saat
di Indonesia dan pengen ketemu Robet disaat status dia ternyata sudah menduda. Padahal aku kan sering pulang ke Indonesia setiap tahun, tapinggak pernah
selitas pun berpikir tentang Robet mantan pacarku itu.

Di akhir perbincangan, Rendi meminta nomorhapeku selama aku berada di Jakarta. Dan hari-hari selanjutnya, bukan Robert yang mengontakku, melainkan malah
Rendi yang rajin menelepon, hampir setiap hari. Bahkan terkadang Rendi menelponku selama berjam-jam.

Padahal semasa ABG dulu, aku nggak pernahngobrol dengan Rendi. Ketika itu aku seorang gadis pemalu. Lagipula usia Rendi denganku terpaut tiga tahun diatas
aku. Sedangkan aku dengan Robet seusia.

Rendi sendiri sudah beristri dan memiliki tiga orang putera. Rendi mengaku sudah kawin cerai dua kali.

Belakangan aku tersadar, Rendi sering mengheubungi aku dengan maksud ingin mendekati diriku. Aku bisa merasakannya. Beberapa kali dia berusaha mengajak aku
jalan-jalan keluar kota dan hanya sama dia saja.

Pernah suatu kali, Rendi mengajak aku pergi ke Bali. Tentu saja aku menolaknya. Ngapain coba pergi berdua dengan dia ke Bali. Kecuali kalau Rendi mengajakku
ke Bali dengan istri dan keluarganya, tentu aku mau ikut.

Kali kedua, Rendi mencoba mengajakku lagi untuk pergi ke Puncak saat weekend. ‘’Dua hari, ajah,” ajaknya.Aku kembali menolak ajakanya itu. Memang, sih,
dia nggak secara langsung mengatakan menyukai diriku. Tapi dengan beberapa kali mengajak aku pergi berduaan, tentu dia mempunyai maksud nggak bener. Yang
pasti, dia bukannya suka sama aku karena jatuh cinta, melainkan karena pikirannya saja yang ngeres. Aku sudah bisa menebaknya, kok. Terlebih Rendi mengetahui
statusku saat ini yang tak bersuami.

Ketika Rendi kembali menelpon dan dengan setengah memaksa mengajak aku pergi berdua, aku sengaja memancingnya untuk mengetahui reaksi dirinya.

”Boleh kita pergi berdua, tapi nanti tidurnya dua kamar, yah. Kita pisah kamar?” kataku.

“GR banget,sih, loh. Pake minta dua kamar, emang gue mau ngapain elo?” jawabnya.

Hahahaha….

‘’Emangnya gue bego,’’ kataku dalam hati.

Kalau Rendi memang mempunyai niat baik mengajak aku jalan-jalan, kenapa dia nggak mau dua kamar? Kokmaunya satu kamar? Kenapa dia nggak bawa istrinya? Iya
kan?

Tetapi disetiap obrolan dengan Rendi, aku selalu menanyakan khabar Robet. Namun Rendi malah mengatakan, ’’Luh dulu emang udeh diapain sama Robet, sih? Kok
nanyain dia melulu?” sergahnya.

Lha, aku kan menanyakan khabar mantan pacarku Robet, yang jelas-jelas dia itu saudara sepupunya. Dan aku pun memang berkepentingan untuk menanyakan nomor
Hape Robet. Kok, dia malah nanya kalau aku dulu waktu pacaran sama Robet sudah diapain ajah.

Bahkan, Rendi bilang aku ngebet dan semangat banget ingin bertemu Robet. Pasti aku ini sudah diapa-apaindulunya. Bener-bener gemblung ini orang.

Aku juga mendengar dari sahabat masa remaja dulu, kalau Rendi mengaku kepadanya tidak menyangka kalau aku kini menjadi seorang wanita yang cantik dan keren.
Berbeda sekali penampilanku ketika masih ABG dulu.

Hahaha…

Aku ketawa mendengarnya. Yah, jelas berbedadong. Wong saat ABG dulu, aku ini polos. Aku nggakpernah mengenakan bedak. Aku belum bisa berdandan. Pendeknya,
aku culun.

Kini, aku sudah tumbuh menjadi wanita dewasa dengan kehidupan yang mapan dan mandiri.

Dengan kondisi seperti itu, aku bisa merawat tubuh dan wajahku, dong. Semua aku lakukan agar lebih terlihat cantik dan awet muda. Iya, nggak?

Aku memang sempat bertemu dengan Rendi. Ketika itu kita sepakat bertemu di sebuah cafe.

Dia datang menemuiku bersama temannya. Sedangkan aku datang sendirian.

Ketika kali pertama bertemu itu, aku sudah bisa melihat dari matanya, kalau dia terpesona dengan penampilan aku…

wkwkkwkw…
GELAGAT itu bisa aku terka dari cara Rendi yang terus menerus memujiku. Dia mengatakan aku cantik, lebih cantik orangnya daripada foto yang akusend lewat
BBM sebelum bertemu dia.

Aku, sih senyum-senyum ajah mendengar pujian, itu walau dalam hatiku GR juga sih, hahaha.Pada pertemuan itu, Rendi sempat pamer soal pekerjaannya, mobil,
rumahnya, dan putera-puteranya yang kuliah di Australia. Termasuk dia mengaku, ada puteranya yang sudah menikah dan menetap di Australia.

Aku manggut-manggut saja mendenger ceritanya itu. Aku turut senang mendengar keberhasilan dia dan anak-anaknya yang sudah menjadi orang semua.

Sebaliknya, Rendi sempat sedikit menyinggung Robert yang kehidupannya dianggap kurang sukses. Aku juga hanya manggut-manggut, tapi aku keukeuhingin bertemu
Robet dan meminta nomer hapenya.

Jika saja Rendi memang berniat baik mau mempertemukan aku dengan Robet, pasti dong dia dengan mudah mendapatkannya. Karena mereka bersaudara kan.

Sampai aku pulang kembali ke Belanda, aku tetap nggak memperoleh nomer hape Robet. Aku juga masih menanti Robet yang menghubungi aku, karena aku meminta
Rendi untuk memberikan nomer hapeku kepada Robet.

Aku berkeyakinan Rendi tidak memberikan nomor Hapeku kepada mantan pacarku Robert. Kalau Rendi memberikannya kepada Robert, aku yakin Robert dengan senang
hati akan menghubungi dan bertemu dengan diriku.

Tiga hari sekembalinya aku dari Indonesia, tiba-tiba aku menerima bbm dari Rendi. Ia memberikan nomorhape Robet. Aku mengucapkan terimakasih atas infonya
tersebut.

Aku langsung menghubungi Robet lewat sms terlebih dahulu, sebelum aku meneleponnya. Seperti dugaanku, Robet happy menerima smsku. Akupun meneleponnya. Aku
memberitahu Robert bahwa aku baru saja pulang dari Indonesia tiga hari yang lalu. Aku juga mengungkapkan, saat berada di Indonesia, aku ingin sekali menemuinya,
tapi nggak tahu nomer hapenya. Termasuk aku jelaskan juga kepada Robert, sebenarnya aku sudah meminta kontaknya kepada Rendi. Tapi Rendi mengaku tidak
mengetahui nomorhapenya.

Robet mengatakan, Rendi memang tidak memiliki nomor hapenya. Tapi sebenarnya, masih menurut Robert, Rendi bisa mendapatkan nomor hape Robert dari kakaknya.
Karena kebetulan rumah kakak Robert bertetangga dengan Rendi.

Lantas, mengapa Rendi baru menghubungi kakanya Robet setelah aku pulang ke Belanda? Ya, itu tadi. Rendi punya niat buat ngedeketin aku terlebih dahulu.
Tapi karena nggak berhasil, akhirnya setelah aku pulang ke Belanda, baru dia mencari tahu nomor hapenya Robet.

Tetapi aku tidak menceritakan kepada Robet, kalau Rendi mencoba untuk mendekatiku dengan mengajak liburan ke Bali dan Puncak. Alasan itulah yang membuat
Rendi tidak mau mencarikan nomor hape Robert. Karena Rendi memiliki maksud tidak baik untuk mendekatiku. Yang jelas ada maksud busuk dengan mengajak aku
liburan berduaan.

Biar bagaimana pun mereka berdua bersaudara. Aku juga tidak ingin memperkeruh suasana hubungan persaudaraan mereka. Kalau aku menceritakan itu, bisa merusak
hubungan persaudaraan mereka. Jadi aku simpan saja rapat-rapat maksud buruk Rendi itu.

Tapi aku menceritakan kisah ini kepada sesama teman masa kecilku. Temanku terkejut mendengarnya. Dia menyergah, pantes saja Rendi bilang kepadanya,’’ Ah,
perempuan kayak La Rose di Jakarta juga banyak,” tiru sahabatku.

Temanku sempat heran ketika mendengar Rendi mengatakan itu. ‘’Kenapa tiba-tiba Rendi bilang seperti itu? Apa maksudnya?’’

Kini temanku menjadi tahu, Rendi mengatakan itu karena gagal mendekati aku. Memang, ketika orang kecewa tidak mendapatkan seseorang untuk maksud jahatnya,
pasti akan menjelekkan atau berkata negatif tentang orang itu.

Untungnya aku bukan perempuan gatel yang gampangan dirayu laki-laki. Apa jadinya seandainya aku jadi ikut pergi berduaan bersama Rendi ke Bali atau Puncak?
Bagaimana dengan perasaan Robet jika mengetahuinya, walau aku cuma cinta monyetnya semasa ABG dulu? Biar bagaimana pun aku kan cinta pertamanya Robet,
pasti aku sangat berkesan dalam hidupnya. Sementara Robet bukan cinta pertamaku. Cinta ke berapa aku lupa…hahaha…LOL

Aku masih ingat semasa ABG pacaran dengan Robet. Papinya suka mengantar-anter menjadi sopir kami berdua. Misalnya, saat malam minggu ketika kami pergi nonton
atau ke Ancol, pasti papinya yang mengantar dan menunggu kami dengan sabar di kendaraanya.

Aku bilang ke Robet, kalau aku ke Indonesia lagi, aku berjanji akan menemuinya. Akan menemui Robet yang statusnya sudah menjadi duda sekarang.

Tetapi aku bilang ke Robet, jangan punya pikiran muluk-muluk, kalau nantinya kita bakal pacaran lagi seperti jaman masih ABG. Biar bagaimana pun kita harus
bertemu dulu, karena aku dan dia yang sekarang sudah sangat berbeda. Masing-masing kami sudah tumbuh dewasa. Bisa saja pas bertemu kembali, kita tidak
lagi saling jatuh cinta. Karena kita sudah berubah satu sama lain.

Tujuanku ingin kembali bertemu Robet, memang tidak bermaksud untuk melanjutkan cinta lama yang belum kelar. Karena ketika aku berpisah dari Robet, bukan
karena putus cinta, melainkan karena aku pindah rumah. Dan kebetulan, saat pindahan rumah itu, Robert tengah berada di Singapura. Aku juga tidak mengabarkan
kepada Robert melalui telepon, karena zaman dulu rumahku tidak ada teleponnya. Apalagi hape atau internet, belum ada tentunya.

Selama berhubungan kembali dengan Robet melalui telepon, dia mengutarakan kalu dirinya ingin bangetuntuk kembali melanjutkan hubungan asmaranya dengan aku
lagi.

Robet bisa berbahasa Belanda, karena maminya memang orang Belanda yang sudah lama menetap di Indonesia dan tidak kembali lagi ke Belanda sejak menikah dengan
papinya Robet. Oma dan Opa serta adik-adik maminya Robet, semua tinggal di Belanda. Aku masih ingat, maminya kalau marah atau ngomong sama Robet menggunakan
bahasa Belanda.Ketika itu aku masih belum bisa berbahasa Belanda, malah Robet dari kecil sudah bisa bahasa Belanda.

Tahun 2013, aku kembali ke Indonesia lagi. Kepulangan aku ini bukan khusus untuk menemui Robet sebenernya, melainkan ada pesta pernikahan saudara. Jadi
aku dan anak-anak pulang ke Indonesia.
SETELAH pesta pernikahan selesai, aku ada waktu untuk menemui Robet. Aku mengajak teman masa kecil, biar pertemuanya menjadi lebih seru ajah dan rame.

Robet senang sekali saat bertemu denganku. Dia masih jatuh cinta padaku. Dia menanyakan kepadaku, mengapa dulu meninggalkan dirinya begitu saja tanpa memberi
khabar. Robert mengatakan, sepulangnya dia dari Singapura, Robert berusaha menemui aku di rumah. Tapi ternyata si empunya rumah sudah berbeda pemiliknya.
Sejak saat itu aku putus kontak dengannya. Aku jelaskan kepada Robert. Aku tidak meninggalkannya, tapi karena rumah orangtuaku dijual.

Aku ingat ketika masih berpacaran, Robet pernah bilang, ”Kalau aku nggak jadi sama kamu. Aku akan jadi pendeta,” katanya.

Ketika aku tanyakan kepadanya, apakah dia masih ingat dengan kata-katanya itu. Tentu dia masih ingat. Kami berdua pun tertawa.

Singkat cerita, setelah pertemuan itu, Robet mengatakan ingin sekali berumah tangga dengan aku. Menurut Robert, aku lah wanita yang dia cari selama ini.
Robet menginginkan aku adalah wanita terakhir dalam hidupnya. Sayang, setelah aku bertemu dia, aku harus berkata jujur pada Robet, kalau aku tidak jatuh
cinta lagi padanya.

Aku memang senang bertemu dengan Robet mantan cinta monyetku. Aku happy bisa kembali berhubungan dengannya, tapi hanya sebatas bernostalgia saja.

Setelah aku berketemu dan mengobrol banyak dengan Robert, aku merasakan bahwa duniaku dan dunianya sudah sangat berbeda. Banyak obrolan yang nggak nyambung.
Dan itu membuat aku boring.

Selama enam bulan kami berhubungan melalui telepon, sampai akhirnya kami berdua ketemu kembali secara fisik, kenyataannya aku memang tidak jatuh cinta lagi.
Aku harus berkata jujur padanya. Aku tidak ingin memberi Robert harapan. Aku hanya ingin berteman saja.Tetapi Robet menolak berteman dengan aku. Baginya,
situasi itu malah membuat dia sakit hati, katanya.

Aku katakan kepada Robert, seharusnya nggak perlu sakit hati, karena persahabatan akan lebih indah daripada hubungan yang dipaksakan.

Sekarang, aku adalah wanita dewasa yang sudah merasakan asam garam dalam berumah tangga dan mengarungi kehidupan ini. Aku harus menggunakan logikaku, bukan
perasaan. Aku bukan ABG lagi yang tengah puber saat ini.

Memang berat rasanya aku harus berkata jujur pada Robet, tetapi itulah hidup. Ada saatnya kita menerima cinta seseorang dan ada saatnya kita menolak cinta
seseorang. Bukan begitu?

Namun yang lebih gila, ketika Rendi mengetahui aku menolak cinta Robet, dia masih mencoba untuk mendekatiku. Ingin rasanya aku berteriak kepada Rendi dan
memakinya. Aku ingin kasih tahu,’’Gue ini bukan janda gatel!!’’

Seandainya Rendi seorang duda atau perjaka tingting dan bukan saudaranya Robet, tentu aku akan mempertimbangkanya kalau aku memang ada hati padanya. Kalau
nggak ada hati, yah ke laut ajah kau Rendi! Aku paling benci terhadap laki-laki yang jelas-jelas punya istri atau pacar, tapi masih mau menggoda perempuan
lain. Uuuh…!!!

Beberapa waktu kemudian, aku mendengar dari temanku semasa remaja, bahwa dia sempat dihubungi Robert. Melalui telepon Robert meminta temanku agar menyampaikan
pesannya kepada diriku.

”Bilang ke La Rose kalau aku akan menjadi gembala Tuhan seperti yang pernah aku janjikan dan ucapkan kepadanya dulu. Jika aku tidak menikah dengan La
Rose, aku akan menjadi pendeta.”

Robert juga mengungkapkan perasaanya,” La Rose sudah sukses sekarang. Sedangkan aku dimata La Rose bukan apa-apa. Mangkanya mana mau La Rose menjadi istriku.”

Aku katakan kepada temanku itu, bahwa masalahnya bukan karena hidupku lebih baik atau tidak daripada Robert, tapi permasalahan utamanya, aku memang tidak
lagi memiliki perasaan cinta terhadap mantan kekasih remajaku itu.

Bukankah suatu hubungan harus ada rasa suka dan cinta? Kalau nggak ada perasaan cinta, bagaimana aku bisa hidup bersamanya. Sekarang kan bukan lagi zaman
Siti Nurbaya, menikah dulu, baru cinta belakangan. Walaupun Robert adalah mantan cinta remajaku, tapi kalau tidak dilandasi perasaan cinta, yah pasti susah.

Thank You
La Rose Djayasupena – Belanda